Pembela terbesar ajaran Gereja Katolik tentang Tritunggal MahaKudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi (Penjelmaan) Sang Firman Allah menjadi Manusia adalah Santo Athanasius Agung, Uskup Alexandria, Mesir. Athanasius lahir di Alexandria, kurang lebih pada tahun 293 dan meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Beliau dikenal sebagai ‘Doktor Ortodoksi’ karena perjuangannya yang besar dalam membela ajaran-ajaran iman yang lurus dan menentang ajaran-ajaran sesat yang berkembang pada masa itu.
St. Athanasius lahir di kota Alexandria (sekarang di Mesir) pada tahun 293 M dari keluarga Yunani beragama Katolik. Kotanya, Alexandria, pada masa itu adalah pusat ilmu pengetahuan terkemuka. St. Athanasius pada masa mudanya telah belajar banyak ilmu filsafat, teologi dan Kitab Suci serta karya-karya umum lainnya. Pada tahun 318, St. Athanasius ditahbiskan menjadi diakon, dan ditunjuk sebagai sekretaris Uskup Alexandria, St. Alexander. St. Alexander sendiri adalah seorang uskup tua yang juga turut membela ajaran tentang Tritunggal Mahakudus, Keilahian Yesus Kristus dan misteri Inkarnasi.
Sebagai sekretaris Uskup, ia berhubungan erat dengan para rahib padang gurun, seperti Santo Antonius, sang pertapa dari Mesir. St. Athanasius sendiri sangat tertarik sekali dengan kehidupan para rahib itu. Akhirnya dia sendiri pun meneladani cara hidup para pertapa itu dan menjadi seorang pendoa besar.
Pada masa diakonatnya, bidaah Arianisme mulai menyebar luas. Arianisme ini dicetuskan oleh seorang imam bernama Arius dari Alexandria yang sebenarnya mengambil dasar ajaran dari imam pendahulunya Lucian dari Samosata, seorang imam dari Keuskupan Antiokia. Arianisme mengajarkan bahwa Yesus, Sang Firman Allah, diciptakan oleh Allah Bapa sehingga Yesus tidak sehakikat dan tidak setara dengan Allah Bapa.
Menanggapi ajaran sesat Arianisme, St. Athanasius bersama St. Alexander, uskupnya, pergi menghadiri Konsili Nicea (sekarang: Iznik, Turki) yang diprakarsai oleh Kaisar Konstantinus Agung pada tahun 325 M. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hossius dari Cordoba (Spanyol) sebagai wakil Paus St. Silvester bersama dengan dua orang imam utusan resmi Paus, yaitu Romo Vitus dan Romo Vinsensius. Dalam konsili itu, St. Athanasius terlibat aktif dalam diskusi-diskusi mengenai Keilahian Yesus Kristus,Pribadi kedua dalam Tritunggal MahaKudus. Pada Konsili Nicea ajaran bahwa Yesus adalah Allah yang setara dan sehakikat dengan Allah Bapa diteguhkan menghadapi ajaran Arius. Pada konsili ini, Arius diekskomunikasi Gereja.
Sekembali dari konsili itu, peranan St. Athanasius semakin terasa penting, terutama setelah meninggalnya Uskup St. Alexander enam bulan kemudian. Sebagai pengganti Uskup St. Alexander, St. Athanasius dipilih menjadi Uskup Alexandria. Dalam tugasnya sebagai uskup, St. Athanasius mengunjungi seluruh wilayah keuskupannya, termasuk pertapaan-pertapaan para rahib. Ia mengangkat seorang uskup untuk wilayah Ethiopia. Ia memimpin keuskupannya selama 45 tahun. Pada masa kepemimpinannya Arianisme mulai timbul lagi di Mesir. Dengan tegas St. Athanasius menentang Arianisme itu.
St. Athanasius membaktikan hidupnya untuk melawan ajaran sesat ini hampir 50 tahun. Di samping St. Athanasius, ada juga St. Hilarius dari Poitiers (Doktor Keilahian Kristus, dijuluki St. Athanasius dari Barat), St. Basilius dari Caesarea (Doktor Kehidupan Membiara) dan St. Gregorius dari Nazianzen (Doktor Para Teolog). Pada masa itu, Para Bapa Gereja tersebut juga berperan besar dalam melawan bidaah Arianisme, tetapi mereka mengakui St. Athanasius sebagai pemimpin mereka. “Athanasian” seringkali digunakan sebagai nama kelompok dari kaum Katolik dalam melawan kelompok “Arian” yang menganut bidaah Arianisme. Nama St. Athanasius kerap didengungkan oleh dua kelompok, baik Katolik maupun Arian. Sinode-sinode kelompok Arian mendeklarasikan bahwa mereka menolak St. Athanasius, sementara itu setiap sinode Gereja Katolik membela dan mendukung St. Athanasius. Di dalam 5 kali masa kekaisaran serta 5 kali masa kepausan, St. Athanasius menjadi menara penjaga utama yang teguh bagi umat Katolik masa itu yang mengalami kebingungan dan keputusasaan akibat munculnya Arianisme.
St. Athanasius banyak menghadapi tantangan dalam melawan Arianisme. Dalam masa penggembalaannya sebagai Uskup Alexandria, St. Athanasius 5 kali diturunkan secara paksa dan diasingkan oleh kaisar pendukung Arianisme atau oleh kelompok-kelompok Arian yang mendominasi keuskupannya. Ia kerap kali diberikan tuduhan palsu oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukainya. Setiap kali diturunkan, oleh karena dukungan Paus Roma dan Uskup-uskup Katolik lainnya serta umat Alexandria sendiri; St. Athanasius dapat menerima kembali tahta keuskupannya.
St. Athanasius dikenal sebagai seorang uskup yang banyak menulis. Dengan tulisan-tulisannya ia berusaha menerapkan dan membela ajaran iman yang benar. Ia meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 373. Oleh karena perannya yang besar, St. Athanasius digelari “The Great” sehingga sering disebut St. Athanasius Agung.
Sumber : http://www.indonesianpapist.com/
Sumber : http://www.indonesianpapist.com/